Selasa, 03 Juli 2012

Bahasa Malaysia di Nunukan

BAHASA. Kalau Anda berada di Nunukan dan mendengar banyak orang berbahasa Malaysia, tak perlu heran. Selain Nunukan berada di perbatasan Indonesia – Malaysia, banyak orang Nunukan berdagang sehari-hari bolak-balik Tawau – Nunukan, juga banyak TKI yang sedang menunggu dokumen keimigrasian di Nunukan atau sedang mau pulang kampung ke Indonesia. Anehnya, para TKI yang sudah lama di Sabah, agak kagok atau tidak mau atau sudah lupa atau juga gengsi berbahasa Indonesia. Bahasa Malaysia lebih enak diomongkan tampaknya bagi mereka, maklum bahasa majikan! Sedih juga sebenarnya mendengar orang Indonesia berbahasa Malaysia di negerinya sendiri. “Di mana nasionalismenya sebagai anak bangsa?” kata para nasionalis. Tapi,”jangan membicarakan nasionalisme jika tak bisa menghidupi rakyatnya sendiri!” begitu kata para pragmatis. Begitu juga kalau kita lewat di Jalan Provinsi antara Sebuku dan Lumbis, ada peringatan di tepi jalan “Awas 100 m di Hadapan, Ada Lori Logging Lintas” atau di areal parkir Pabrik CPO PT Nunukan Jaya Lestari ada papan petunjuk “Hanya Bagi Kereta, Lori Dilarang Masuk”. Jadi, mari bangga berbahasa Indonesia ‘orang Indon’!

buang sayang.

Produk Malaysia di Nunukan

PRODUK MALAYSIA. Banyak jenis barang Malaysia yang beredar di Nunukan. Banyak yang karena produk Indonesia sejenis tidak dijual di sini, tetapi produk Malaysia dijual di Nunukan bukan hanya karena alasan itu, kepraktisan, kesegaran dan harga, juga ‘gengsi mungkin’ menjadi pertimbangan adanya produk tersebut. Mengapa bisa beredar di Nunukan, apakah bukan termasuk penyelundupan atau sudah bayar cukai? Menurut pedagang, itu bukan penyelundupan. Mereka sudah bayar 10% PNBP ke Bea Cukai dan dibolehkan menurut Perjanjian Malindo tentang perdagangan tradisional di wilayah perbatasan. Katanya, barang tentengan senilai sampai USD 1.500 per orang diperkenankan melintasi perbatasan. Karena itulah hampir 50% barang (terutama makanan dan minuman) yang ada di toko-toko Nunukan berasal dari Tawau, Malaysia. Dulu, sebelum transportasi laut dari Surabaya atau Pare-pare selancar sekarang, persentasenya lebih tinggi lagi. Gas elpiji yang beredar di Nunukan sepenuhnya produk Petronas (tabung hijau) atau Shell (tabung kuning). Tidak ada tabung biru Pertamina. Harga elpiji Malaysia per tabung 14 kg saat ini adalah Rp 150.000,-. Di sini orang tidak peduli subsidi gas Pertamina. Bukan karena orang Nunukan sok kaya, tapi karena memang tidak tersedia. Begitu juga Milo (produk coklat susu sereal Nestle) Malaysia ini justru menjadi oleh-oleh, kalau ada pejabat atau saudara dari luar Nunukan mau pulang, karena alasan rasa Milo Malaysia lebih enak, katanya. Produk sepatu atau baju dengan merek ternama tertentu dari Tawau juga disukai para tamu Nunukan. Ada lagi yang tidak kalah meriahnya, bagi ROMA, singkatan Rombengan Malaysia, Nunukan adalah gerbang untuk pengiriman ke Sulawesi. Di Nunukan sendiri Roma juga laris, karena kualitas produknya juga lumayan bagus. Sekali-kali rekreasi ke Roma, di Nunukan, tak perlu ke Eropa.

PAK BASRI....

Namanya pendek saja, Basri. Meskipun begitu ia adalah Bupati. Bupati Nunukan. Basri menjabat bupati sejak dilantik pada tanggal 31 Mei 2011. Berarti sampai saat ini ia telah setahun menjabat. Ada yang berubah dari gaya kepemimpinan bupati sebelumnya. Latar belakang militernya membuat ia terkesan sebagai orang yang tegas. Tetapi tidak salah juga jika banyak orang mengatakan ia adalah sosok merakyat yang periang dan humoris. Ia juga orang yang suka berdialog, berpidato tanpa teks, ceplas-ceplos dan garang jika anak buahnya membuat kesalahan fatal. Sebelum menjabat Bupati Nunukan, Basri adalah Komandan Kodim 0911 Nunukan. Jadi bukan orang baru sama sekali bagi masyarakat Nunukan. Saat menjadi Dandim, Basri adalah seorang komandan yang merakyat dan suka keluyuran ke kampung-kampung. Sifatnya yang tidak elitis dan latar belakangnya sebagai anak petani dari Maros, lumbung padi di Sulawesi Selatan, yang ia bangga-banggakan, sepertinya membuat ia tidak berjarak dengan petani. Ia mengaku sangat paham bagaimana bertani yang baik dan gemas ketika petani di Nunukan ternyata belum menerapkan pola bertani dengan benar, sehingga hasil panennya tidak maksimal. Menurutnya, ia bisa mengukur hasil panen padi sawah dari cara petani memotong batang padi saat panen. Jika hasil sisa potongan batang padi rata di hamparan, katanya, ia bisa pastikan hasilnya baik, minimal 5 ton per hektar. Tapi jika sisa potongan batang padinya banyak yang tidak dipotong, masih banyak yang tegak, hasil sawah tersebut pasti jelek, 3 ton per hektar saja sudah untung, karena petani tidak akan mau memotong batang padi yang sudah ia tahu tidak ada isinya. Masuk akal. Bahkan suatu hari di Bulan Maret 2012, di tengah hujan deras, Basri mengajak Kepala Dinas Pertanian, Kepala Badan Ketahanan Pangan, camat, para lurah di Kecamatan Nunukan Selatan berlomba menanam padi. Hasilnya, Kepala Dinas Pertanian hanya mampu menyelesaikan separuh jalan dari setengah petak sawah yang ditentukan, Kepala Badan Ketahanan Pangan bahkan hanya seperempat jalan, begitu juga camat dan para lurah, menyerah di tengah jalan, dengan hasil seadanya. Maklum hari itu bisa jadi adalah hari pertama bagi mereka terjun ke sawah menanam padi. Tetapi Basri mampu menyelesaikan lomba tanam itu dengan baik, cepat dan rapi, seperti hasil tanam para petani profesional yang juga turut berlomba di petak sebelahnya. Ini adalah gaya kepemimpinan Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani (di depan memberi contoh, di tengah membangun harapan, di belakang memberdayakan) seperti diajarkan Ki Hajar Dewantara. Gaya kepemimpinan yang sangat cocok dibangun di Indonesia dan tidak setiap pemimpin bisa menjalankannya. Basri adalah salah satu sosok yang mampu menerapkannnya dengan cara yang tidak dibuat-buat. Sosok yang tegas tentu saja ia peroleh selama kariernya di militer. Ketegasannya terlihat ketika ia berani menanggalkan pangkat Letkolnya, untuk bertarung di ranah politik yang spekulatif, menjadi bupati, di tempat yang bukan menjadi basis hidupnya. Dengan cerdik ia menggandeng Asmah Gani, seorang mantan Pegawai Negeri Sipil dan anggota DPRD Kabupaten Nunukan yang telah populer sebelumnya sebagai calon wakil bupati. Dengan membawa program Gerbang Emas (Gerakan Pembangunan Ekonomi Mandiri, Aman dan Sejahtera) akhirnya ia terpilih menjadi Bupati Nunukan periode 2011 – 2016. Ketegasannya terlihat dari caranya berbicara dan menangani masalah. Ia tidak suka pejabat yang hanya berbasa-basi, padahal kerjanya tidak jelas. Ia bisa langsung marah jika melihat anak buahnya membuat kesalahan fatal. Staf Bagian Umum pernah merasakannya. Suatu hari Bagian Umum, Sekretariat Daerah, mendapat perintah untuk mempercantik taman dengan mengecat pohon palem di sekitar Kantor Bupati, tetapi karena staf Bagian Umum bukan orang pertanian yang mengerti anatomi pohon, mereka mengecat pohon-pohon palem itu dengan cat minyak, yang memang dapat menyebabkan pohon palem yang tidak memiliki kulit berkambium dapat terbakar, karena ia bisa menyerap cat minyak tersebut dalam batangnya. Begitu menyadari stafnya salah menerjemahkan perintahnya, ia langsung marah dan menghukum seluruh staf Bagian Umum untuk menghapus cat minyak pada semua palem yang telah dicat hitam itu dan menggantinya dengan cat air. Ketegasannya juga terlihat ketika ia gemas melihat masalah listrik yang seolah tanpa ujung. Kekurangan pasokan listrik PLN adalah pangkal soalnya. Langkah pertamanya adalah menyediakan listrik bertenaga matahari bagi perkantoran di seluruh wilayah Kabupaten Nunukan. Ia menganggap ini adalah masalah penting, jadi meskipun ia tidak turut menyusun APBD tahun 2011, Basri memastikan anggaran listrik tenaga surya itu masuk dalam APBDP. Hasilnya, saat ini kantor-kantor pemerintah sudah terlihat terang di malam hari. Tidak seperti kuburan seperti sebelumnya. Masih terkait listrik, tahun 2012, bersama PLN dan Medco Energy, Basri sepakat untuk membangun PLTG 2 x 5 MW di Sebaung, wilayah konsesi pertambangan migas milik Medco di Kecamatan Sembakung dan kabarnya juga PLTU Tanjung Batu 2 x 7 MW. Upaya ini adalah untuk mengakhiri krisis listrik dan mahalnya operasional listrik berbasis BBM di Nunukan. Pemimpin memang harus tegas dalam mengambil keputusan, tanpa ketegasan, semua hanya akan menjadi wacana dan menimbulkan kasak kusuk orang mengenai kapasitas kepemimpinannya. Sebagai sosok humoris, Basri suka membuat anekdot-anekdot dalam candanya. Setiap bertemu masyarakat, baik resmi atau tidak, ia selalu melontarkan candaan yang membuat suasana menjadi hidup. Basri suka berpidato tanpa teks. Lebih rileks dan tidak monoton, katanya. Kalau pun disediakan teks untuk memandunya memahami acara, ia hanya mengambil poin-poin pentingnya saja. Mengenai tugasnya sebagai bupati, ia mengatakan hanya punya tiga tugas pokok, selain hal itu, semua hanya variasinya saja. Ia mengatakan,”Tugas bupati hanya tiga, mengangguk-angguk, menggeleng-geleng dan marah-marah!” Tentang kesibukan masyarakatnya di pagi hari yang selalu ia amati dari mobil dinasnya dalam perjalanan dari rumah pribadinya di Sei Bilal ke Kantor Bupati di Sedadap, dalam beberapa pertemuan ia gambarkan, “di jalanan tiap pagi terjadi balapan adu cepat antara PNS dan anak sekolah. Pokoknya yang ngebut pasti, kalau tidak PNS, ya anak sekolah. Kalau yang lambat-lambat pasti masyarakat biasa, karena gak ada yang dikejar. Ini cerminan disiplin yang mulai tumbuh.” Basri, pria kelahiran Maros, 31 Juli 1966, beristri Irma Basri dan memiliki 2 putri ini orang yang tidak suka berdiam di belakang meja kantor. Mengenai pejabat yang suka basa-basi dan Asal Bapak Senang (ABS) ia mengatakan, “Jangan membohongi aku, mata-mataku banyak. Bisa jadi Anda belum dengar suatu peristiwa di kecamatan, aku sudah dengar.” Tentang hobbinya, ia katakan kalau suka sekali berkebun. Ada kebunnya yang ditanami pohon gaharu hampir 2 hektar. Ia juga mengaku suka beternak, saat ini ia punya ternak sapi dan kambing yang ia pelihara di kebunnya. Bahkan ia mengajak para PNS untuk suka berkebun. “Kalau pegawai kujabat tanggannya ternyata kasar, artinya ia suka berkebun, tapi kalau tangannya halus, ia orang rumahan atau suka jalan-jalan ke kota,” katanya. Selain prestasinya yang cukup banyak selama setahun ini menjabat dan gayanya yang merakyat, ada yang terlihat sedikit kurang dalam manajemen kepemimpinannya, yaitu cenderung membiarkan bawahannya berkreasi sendiri tanpa panduan arah dari visi misinya, Gerbang Emas. Ia tampaknya berharap birokrasi di bawahnya akan dapat menerjemahkan sendiri Gerbang Emasnya, tetapi kalau itu yang ia harapkan, jangan harap visinya akan segera terlihat. Nunukan memang akan terus tumbuh, tapi tumbuh liar. Basri harus memimpin dengan tangannya sendiri arah yang ia harapkan dari masing-masing Kepala Dinas. Kalau perlu ia harus membuat kontrak kerja yang berisi target-target yang harus diselesaikan oleh Kepala-Kepala Dinas. Jika ia bisa berbuat seperti itu, ia akan dikenang sebagai peletak dasar kemajuan Nunukan. Memang masih segudang masalah besar yang perlu dipecahkan di Nunukan. Bagaimana membuat Nunukan berswasembada beras secara real, sehingga tidak tergantung pasokan dari Sulawesi, bagaimana membuka isolasi serta membangun Kecamatan Krayan dan Krayan Selatan di tengah isu Taman Nasional Kayan Mentarang, bagaimana meningkatkan akses jalan darat beraspal di 15 kecamatan yang sekarang sudah ada dan bagaimana meningkatkan kapasitas ibukota Kabupaten Nunukan dari Kampung Nunukan menjadi kota yang berintegritas, manusiawi dan bermartabat. Selamat atas keberhasilan Anda di tahun pertama memimpin Nunukan, 4 tahun berikutnya sudah bukan lagi tantangan bagi Anda, tetapi sudah meningkat menjadi ancaman. Apalagi jika pada periode berikutnya Anda masih berharap maju menjadi bupati. Kami siap membantu dan bekerja bersama Anda mewujudkan Nunukan yang Lebih Baik..... Selamat kerja! kerja! dan kerja! Pak Basri (Eko B. Santoso)

Rabu, 19 November 2008

Asal Usul Nama Nunukan

NUNUKAN, PASAR JAMAKER. Saat sedang duduk di dermaga kayu Pelabuhan Pasar Jamaker dan menyaksikan bongkar muat kapal-kapal kayu yang menurunkan gula, minyak goreng, dan minuman kaleng dari Tawau, Malaysia, sudah tidak ada lagi Pohon Beringin di sekitar dermaga ini. Padahal Pohon Beringin inilah yang dulu menjadi penanda dermaga Pulau Nunukan. Pohon beringin ini konon sangat rindang, sehingga terlihat cukup jelas dari Selat Sebatik, meskipun dari jarak yang cukup jauh. Konon lagi, dari Pohon Beringin ini Nunukan dinamai.
Pohon beringin dalam Bahasa Tidung disebut Nunuk. Nunukan (atau dalam logat aslinya : Nunukon) artinya tempat Pohon Beringin. Disebut begitu karena Pohon Beringin ini sangat mudah dilihat dari laut, jika orang yang berlayar, sekedar mampir atau beristirahat di pulau ini. Nunukan berada pada posisi yang strategis, di persimpangan jalur, jika orang berperahu dari Tanjung Selor atau Tarakan ke Tawau dan sebaliknya.
Bahasa Tidung adalah bahasa yang dipakai oleh Suku Tidung, begitu mereka biasa disebut, yang sebenarnya adalah orang-orang Dayak pesisir. Orang Tidung berdiam di sepanjang pantai timur Kalimantan Timur dari Berau (Indonesia) di selatan sampai Kinabalu (Malaysia) di utara. Sebagai orang pesisir, orang Tidung umumnya adalah nelayan, dan nelayanlah yang biasanya memberi nama pulau-pulau sebagai identifikasi untuk membedakannya dengan pulau lainnya.
Posisi Dermaga Pasar Jamaker berada di ujung utara Pulau Nunukan. Dermaga ini menyatu dengan pasar yang berdiri di geladak kayu di atas pantai seluas hampir 5.000 meter persegi. Pasar ini adalah pasar terbesar di Pulau Nunukan dan merupakan jenis pasar tradisional. Dari baju, ikan dan bumbu dapur tersedia di sini. Nama Jamaker berasal dari PT Jamaker, sebuah perusahaan HPH yang dulu punya home base di sebelah pasar ini. Perusahaan ini kini sudah tak beroperasi lagi, tapi namanya melekat sebagai nama pasar ini sampai sekarang.